Langsung ke konten utama

Letak Strategis, suku-suku, Lembaga pemerintah dan keemiran di Jazirah Arab.

LETAK STRATEGIS DUNIA ARAB DAN SUKU-SUKUNYA




A. Posisi Bangsa Arab

Kata العرب (Arab) menggambarkan perihal Padang pasir (Sahara), tanah gundul dan gersang yang tiada air padanya dan tanaman padanya. Sejak periode-periode terdahulu, lafazh "Arab" ini ditunjukkan kepada suatu kaum yang menempati tanah tersebut, lalu mereka menjadikannya sebagai tanah air mereka.

Jazirah Arab dari arah barat berbatasan dengan Laut Merah dan semenanjung gurun Sinai; dari arah timur berbatasan dengan Teluk Arab dan bagian besar dari negeri Irak bagian selatan; dari arah selatan berbatasan dengan laut Arab yang merupakan perpanjangan dari laut Hindia dan dari arah utara berbatasan  dengan wilayah Syam dan sebagian dari negeri Irak, terlepas dari adanya perbedaan dalam penentuan batasan ini. Luasnya diperkirakan antara 1.000.000 mil persegi hingga 1.300.000 mil persegi.

Jazirah Arab memiliki peran yang amat menentukan karena letak alami dan geografisnya. Sedangkan dilihat dari kondisi internalnya, Jazirah Arab hanya dikelilingi Padang Sahara dan gurun pasir dari seluruh isinya. Karena kondisi seperti inilah, jazirah Arab menjadi benteng yang kokoh, yang seakan tidak memperkenankan kekuatan asing untuk menjajah, mencengkramkan pengaruh serta wibawa mereka. Oleh karena itu, kita bisa melihat penduduk jazirah Arab hidup bebas dalam segala urusan semenjak zaman dahulu. Padahal mereka bertetangga dengan dua imperium raksasa saat itu dan tidak mungkin dapat menghadang serangan-serangan mereka andaikan tidak ada benteng pertahanan yang kokoh tersebut.

B. Kaum-kaum Arab

Para sejarawan membagi kaum-kaum Arab berdasarkan garis keturunan asal mereka menjadi tiga bagian, yaitu: 

1. Arab Ba'idah, yaitu kaum-kaum Arab kuno yang sudah punah dan tidak mungkin melacak rincian yang cukup tentang sejarah mereka, seperti Ad, Tsamud, Thasm, Judais, Imlaq (bangsa Raksasa), dan lain-lainnya.

2. Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari garis keturunan Ya'rub bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.

3. Arab Musta'ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari garis keturunan Ismail, yang disebut pula Arab Adnaniyah.

Tanah air Arab Aribah (Kaum Qahthan) adalah negeri Yaman, lalu mereka berkembang menjadi beberapa kabilah dan anak kabilah (marga), yang terkenal darinya ada dua kabilah, yaitu:

a) Himyar; anak kabilahnya yang paling terkenal adalah Sa'id al- Jumhur, Qudha'ah dan Sakasik.

b) Kahlan; anak kabilahnya yang paling terkenal adalah Hamadan, Ammar, Thayyi', Madzhaj, Kindah, Lakham, Judzam, Adz, Aus Khazraj dan anak cucu dari Jafnah yang merupakan para raja di Syam serta lain-lainnya.

Adapun Arab Musta'ribah, nenek moyang mereka yang tertua adalah Ibrahim a.s. yang berasal dari negeri Irak, dari sebuah kota yang disebut Ur. Kota ini terletak di tepi barat sungai Eufrat, berdekatan dengan Kufah.

Sebagaimana diketahui, Ibrahim a.s. telah berhijrah dari sana menuju Haran atau Harran, setelah itu menuju ke Palestina yang kemudian beliau jadikan sebagai markas dakwah beliau.

Nabi Ibrahim a.s. dikawinkan dengan Hajar oleh Sarah, dan dari pernikahannya itu Allah menganugerahinya anak bernama Ismail. Sarah terbakar api cemburu karenanya sehingga memaksa Ibrahim untuk mengasingkan Hajar dan putranya yang masih kecil, Ismail. Maka beliau membawa keduanya ke Hijaz dan menempatkan mereka berdua di suatu lembah yang gersang dan tandus di sisi Baitul Haram, yang saat itu hanyalah tanah tinggi berupa gundukan-gundukan yang bilamana air bah datang, ia akan mengalir di sisi kanan dan kirinya. Beliau lalu menempatkan mereka berdua di dalam tenda, di atas mata air Zamzam, bagian atas masjid. Pada saat itu tak ada seorangpun yang tinggal di Makkah dan tidak ada pula mata air. Beliau meletakkan di dekat mereka berdua kantong kulit yang berisi kurma, dan wadah air. Setelah itu, beliau kembali ke Palestina. Berselang beberapa hari kemudian, bekal dan air pun habis, sementara di tempat itu tidak ada mata air yang mengalir. Ketika itulah, tiba-tiba mata air zamzam memancar berkat karunia Allah, sehingga bisa menjadi sumber penghidupan bagi mereka berdua hingga batas waktu tertentu. Kisah mengenai hal ini sudah banyak diketahui secara lengkap.

Suatu kabilah dari Yaman, yaitu Jurhum kedua, datang setelah itu dan bermukim di Makkah atas Izin dari Ibu Ismail. Ada yang mengatakan, mereka sebelumnya berada di lembah-lembah di pinggir kota Makkah. Sedangkan riwayat al-Bukhari telah menegaskan bahwa mereka singgah di Makkah setelah kedatangan Ismail, yakni sebelum Ismail menginjak remaja. Juga dikatakan bahwa mereka sudah biasa melewati lembah ini (Makkah) sebelum itu.

Dari waktu ke waktu Ibrahim selalu mengadakan perjalanan ke Makkah untuk mengetahui keadaan keluarga yang ditinggalkannya. Dalam hal ini tidak diketahui berapa kali perjalanan tersebut terjadi, namun beberapa referensi sejarah yang dapat dipercaya, hanya mencatat empat saja dari perjalanan tersebut.

Minimal, kisah ini mengandung satu kali perjalanan sebelum Ismail menginjak remaja. Sedangkan tiga kisah lainnya telah diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari secara marfu'. Ringkasnya ketika Ismail menginjak remaja dan telah belajar bahasa Arab dari kabilah Jurhum serta membuat mereka tertarik kepadanya, mereka kemudian mengawinkannya dengan salah seorang wanita dari suku mereka. Setelah itu Ibu Ismail pun meninggal dunia. 

Suatu saat, muncul keinginan Ibrahim untuk menengok keluarga yang ditinggalkannya dan datanglah ia setelah pernikahan tersebut, namun beliau tidak menjumpai Ismail, lalu bertanya kepada istrinya perihal suaminya, Ismail dan kondisi mereka berdua. Istri Ismail mengeluhkan kehidupan mereka yang serba sulit. Ibrahim menitip pesan kepadanya untuk mengatakan kepada Ismail supaya mengganti palang pintu rumahnya. Setelah diberitahu, Ismail mengerti maksud pesan ayahnya. Dia pun menceraikan istrinya dan menikah lagi dengan wanita lain, yaitu putri mudhadh bin Amr, sesepuh dan pemuka kabilah Jurhum menurut pendapat kebanyakan sejarawan. 

Ibrahim datang lagi setelah perkawinan Ismail yang kedua ini, namun tidak bertemu dengannya. Akhirnya beliau kembali ke Palestina setelah menanyakan kepada istri Ismail perihal suaminya dan kondisi mereka berdua, istrinya memuji kepada Allah (atas apa yang dianugerahkan kepada mereka berdua). Karenanya Ibrahim menitip pesan agar Ismail membiarkan palang pintu rumahnya. 

Ibrahim datang lagi untuk ketiga kalinya dan berhasil bertemu dengan Ismail, yang saat itu sedang merajut anak panahnya di bawah sebuah tenda besar di dekat zamzam. Tatkala melihat kehadiran ayahnya, Ismail segera menyongsongnya dan keduanya pun saling melepas rindu. Pertemuan ini terjadi setelah masa yang sekian lama dimana amat jarang ada seorang ayah yang penuh rasa kasih sayang dan lemah lembut dapat bersabar untuk tidak bersua dengan anaknya, begitu pulalah sikap yang ditampakkan oleh Ismail, seorang anak yang berbakti dan Shaleh. Pada pertemuan kali ini mereka berdua membangun Ka'bah dan meninggikan fondasinya. Kemudian Ibrahim pun mengumumkan kepada khalayak manusia agar melakukan haji sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah kepadanya.

Dari perkawinannya dengan putri Mudhadh, Ismail dikaruniai oleh Allah sebanyak dua belas orang anak yang semuanya laki-laki, yaitu: Nabit atau Nabayuth, Qaidar, Adba'il, Mibsyam, Misyma', Duma, Misya, Hidad, Yutma, Yathur, Nafis, dan Qaiduman. Dari mereka inilah kemudia berkembang menjadi dua belas kabilah, yang semuanya menetap di Makkah untuk beberapa lama. Mata pencaharian pokok mereka adalah berdagang dari negeri Yaman ke negeri Syam dan Mesir. Selanjutnya kabilah-kabilah ini menyebar ke berbagai penjuru Jazirah, dan bahkan hingga keluar Jazirah. Kemudian secara bertahap kondisi mereka seakan tenggelam dibawa zaman, kecuali anak cucu dari Nabit dan dan Qaidar.

Peradaban kaum 'al-Anbath' yaitu anak cucu Nabit mengalami kemajuan pesat dibagian Utara Hijaz. Mereka mampu membentuk pemerintahan yang kuat dan dipatuhi oleh para penduduk daerah-daerah di pinggirnya, lalu menjadikan 'Al-Batra`' sebagai ibu kotanya. Tak seorang pun yang mampu melawan mereka hingga datanglah pasukan Romawi yang kemudian berhasil menghancurkan mereka. 

Sekelompok peneliti lebih condong berpendapat bahwa raja-raja dari keluarga besar Ghassan, termasuk juga kaum Anshar yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj bukan berasal dari rumpun keuarga besar Qahthan, tetapi berasal dari rumpun keluarga besar Nabit bin Ismail dan sisa-sisa keturunan mereka yang berada di kawasan tersebut. Imam al-Bukhari lebih condong kepada pendapat tersebut, sedangkan Imam Ibnu Hajar lebih menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa suku Qahthan berasal dari rumpun keluarga besar Nabit.

Adapun anak keturunan Qaidar bin Ismail masih menetap di Makkah, beranak Pinak di sana hingga lahirlah darinya Adnan dan nasab anaknya, Ma'ad. Dari dialah orang-orang Arab Adnaniyah menisbatkan nasab mereka. Adnan adalah kakek kedua puluh satu dalam silsilah nasab Nabi saw.

Anak suku Ma'ad, yaitu keturunan Nizar telah berpencar ke mana-mana (menurut suatu pendapat, Ma'ad tidak memiliki anak selain Nizar). Nizar memiliki empat orang anak, yang kemudian bercabang menjadi empat kabilah besar, yaitu: Iyad, Anmar, Rabi'ah, dan Mudhar. Dua kabilah terakhir inilah yang paling banyak marga dan sukunya. Sedangkan dari Rabi'ah lahir Asad bin Rabi'ah, Anzah, Abdul Qais, dua putra Wa'il yaitu Bakr dan Taghlib, Hanifah, dan lain-lainnya.

Sedangkan kabilah Mudhar bercabang menjadi dua kelompok besar, yaitu Qais 'Ailan bin Mudhar dan marga-marg Ilyas bin Mudhar. Dari Qais 'Ailan muncul Bani Sulaim, Bani Hawazin, dan Bani Ghathafan. Kemudian dari Ghatafan muncul Abs, Dzubyan, Asyja', dan Gani bin A'shur.

Dari Ilyas bin Mudhar muncul pula Tamim bib Murrah, Hudzail bin Mudrikah, Bani Asad bin Khuzaimah dan marga-marga Kinanah bin Khuzaimah. Dan dari Kinanah muncul Quraisy, yaitu anak cucu Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah.

Quraish terbagi menjadi beberapa kabilah, diantara yang terkenal adalah Jumah, Saham, 'Adi, Makhzum, Taim, Zuhrah, dan marga-marga Qushay bin Kilab, yaitu Abduddarbin Qushay, Asad bin Abdul Uzza bin Qushay dan Abdu Manaf bin Qushay.

Sedangkan dari Abdu Manaf terdapat empat anak: Abdu Stand, Naufal, al-Muththalib dan Hasyim. Dari keluarga Hasyim inilah Allah pilih Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim.

Setelah anak-anak Adnan beranak-pinak, mereka berpencar di berbagai tempat di penjuru Jazirah Arab, menjelajahi tempat-tempat yang banyak curah hujannya dan ditumbuhi oleh rerumputan.

Abdul Qais dan marga-marga Bakr bin Wa`il serta marga-marga Tamim pindah ke Bahrain dan menetap di sana. Sedangkan Bani Hanifah bin Sha'b bin Ali bin Bakr bergerak menuju Yamamah dan singgah di Hijr, ibu kota Yamamah. Semua keluarga Bakr bin Wa`il mendiami sepanjang tanah Jazirah, mualau dari Yamamah, Bahrain, Saif Kazhimah hingga mencapai laut, kemudian pinggiran tanah bebas Irak, terus ke al-Ubullah hingga Haita.

Taghlib menetap di Jazirah dekat kawasan Eufrat, diantaranya terdapat marga-marga yang pernah menjadi tetangga (kabilah) Bakr sedangkan Bani Tamim menetap di daerah pedalaman Bashrah.

Bani Sulaim menetap dekat Madinah, dari Lembah (Wado) al-Qur'an hingga ke Khaibar, terus ke bagian timur Madinah mencapai batas dua bukit hingga berakhir di kawasan perbukitan Harrah.

Sementara Tsaqif menetap di Thaif sedang Hawazin menetap di timur Makkah di pinggiran Authas yaitu dalam perjalanan antara Makkah dan Bashrah.

Dan Bani Asad berdomisili di sebelah timur Taima' dan sebelah barat Kufah. Diantara tempat domisili mereka dengan Taima' adalah perkampungan Buhtur dari suku Thayyi'. Sedangkan jarak antara mereka dan Kufah sejauh perjalanan lima hari. Ada lagi suku Dzubyan yang bermukim di dekat Taima' menuju arah Hauran.

Di Tihamah tersisa beberapa marga Kinanah, sedangkan di Makkah tinggal marga-marga Quraisy. Mereka hidup bercerai berai tanpa ada sesuatu yang menyatukan mereka, hingga muncul Qushay bin Kilab. Dialah yang pertama kali menyatukan mereka dan membentuk satu komunitas yang biasa mengangkat kedudukan dan martabat mereka.

LEMBAGA PEMERINTAHAN DAN KEEMIRAN DI JAZIRAH ARAB

Di saat terbitnya matahari Islam, para penguasa di Jazirah Arab bisa dibagi menjadi dua kelompok:
1. Raja-raja bermahkota, tetapi pada hakikatnya mereka tidak memiliki independensi.
2. Para pemimpin dan pemuka kabilah atau suku, yang memiliki kekuasaan dan hak-hak istimewa sama seperti kekuasaan para raja; mayoritas mereka memiliki independensi penuh. Namun boleh jadi sebagian mereka bersubordinasi dengan raja bermahkota.

Raja-raja yang bermahkota tersebut adalah raja-raja Yaman, raja-raja kawasan Syam, keluarga besar Ghassan dan raja-raja Hirah. Sedangkan penguasa-penguasa selain mereka di jazirah Arab tidak memiliki mahkota.
No. Pemerintahan di Yaman

Di antara suku bangsa tertua yang dikenal di Yaman dari kalangan Arab Aribah adalah Kaum saba`. Keberadaan dan peran mereka berhasil diketahui berkat penemuan fosil Or, yang diperkirakan sudah ada sejak dua puluh abad Sebelum Masehi (SM). Puncak peradaban, pengaruh serta perluasan pemerintahan mereka dimulai sebelas abad sebelum Masehi.

Klasifikasi periode pemerintahan mereka dapat diperkirakan sebagai berikut:
1. Antara tahun 1300 SM hingga 620 SM; pada periode ini dinasti mereka dikenal dengan dinasti al-Mu'iniah, sedangkan raja-raja mereka dijuluki sebagai Mukrib Saba`, dengan ibu kotanya Shirwah.
 
Pada periode merekalah dimulainya pembangunan bendungan, yang dikenal dengan nama bendungan Ma'rib.

2. Antara tahun 620 SM hingga 115 SM; pada periode ini dinasti mereka dikenal dengan dinasti Saba`, dan julukan "Mukrib" mereka tanggalkan, untuk kemudian hanya dikenal dengan raja-raja Saba`. Mereka menjadikan Ma`rib sebagai ibu kota, menggantikan Sharwah.

3. Dari tahun 115 SM hingga tahun 300 M; pada periode ini dinasti mereka dikenal dengan dinasti al-Himyariyyah Pertama, sebab kabilah Himyar telah memisahkan diri dari kerajaan Saba`, dan menjadikan kota Raidan sebagai ibu kotanya, menggantikan Ma`rib. Kemudian kota Raidan dikenal dengan nama Zufar. Pada periode ini mereka mulai jatuh dan mengalami kemerosotan, serta kerugian besar dalam perdagangan yang mereka lakukan.

4. Dari tahun 300 M hingga masuknya Islam ke Yaman; pada periode ini dinasti mereka dikenal dengan dinasti al-Himyariyyah Kedua. Pada periode ini kerusuhan-kerusuhan dan berbagai peristiwa silih berganti melanda mereka, tindakan kudeta-mengkudeta terjadi secara beruntun, demikian pula perang saudara. Kondisi ini menjadi santapan empuk bagi kekuatan asing yang selalu mengintai bahkan mengakhiri kemerdekaan yang telah mereka reguk. Pada tahun 340 M Yaman berhasil diduduki oleh bangsa Habasyah (Ethiopia) atas bantuan Bangsa Romawi. Pendudukan mereka berlangsung hingga tahun 378 M. Kemudia negeri Yaman meraih kemerdekaannya kembali, akan tetapi mulai timbul keretakan pada bendungan Ma`rib hingga terjadinya banjir besar seperti yang disebutkan di dalam Al-Qur'an dengan istilah Sailul Arim, yatu pada tahun 450 atau 451 M.

B. Pemerintahan di Wilayah Hirah

Kerajaan Persia menganeksasi negeri Irak dan wilayah sekitarnya sejak mereka berhasil disatukan oleh Cyrus The Great (557-529 SM). Sejak itu, tidak ada yang mampu menentang mereka hingga kemunculan Alexander dari Mecadonia pada tahun 326 SM, yang mampu mengalahkan Darius 1, raja mereka, dan mencerai-beraikan persatuan mereka. Akibatnya, negeri  mereka menjadi terkotak-kotak dan dipimpin oleh para raja, yang dikenal dengan Muluk ath-Thawa`if (raja-raja kelompok, golongan). Mereka terus bertahta atas negeri-negeri tersebut secara terbagi-bagi hingga tahun 230 M. 

C. Pemerintahan di Wilayah Syam

Pada periode dimana Bangsa Arab banyak diwarnai oleh gelombang perpindahan berbagai kabilah, ada beberapa marga dari Qudha'ah yang berpindah menuju wilayah Syam dan menetap di sana. Mereka terdiri dari Bani Sulaih bin Hulwan yang dari mereka muncul Dhaj'am bin Sulaih dan lebih populer dengan sebutan adh-Dhaja'imah. Mereka berhasil dijadikan boneka oleh bangsa Romawi guna mencegah keusilan Bangsa Arab daratan dan sebagai kekuatan penyuplai dalam menghadapi pasukan Persia. Banyak diantara mereka yang diangkat sebagai raja dan itu berlangsung selama bertahun-tahun. Periode kekuasaan mereka diperkirakan berlangsung dari permulaan abad 2 M hingga akhir 2 M. Kekuasaan mereka berakhir setelah datangnya suku Ali Ghassan yang berhasil mengalahkan adh-Dhaja'imah dan merampas semua yang mereka miliki. Atas kemenangan suku Ali Ghassan ini, mereka kemudian diangkat oelh kekaisaran Romawi sebagai raja-raja atas bangsa Arab di wilayah Syam dengan kota Hauran sebagai pangkalan mereka. Dalam hal ini, kekuasaan mereka sebagai boneka bangsa Romawi di sana terus berlangsung hingga pecahnya Perang Yarmuk pada tahun 13 H dan tunduknya raja terakhir mereka, Jabalah bin al-Ayham dengan memeluk Islam pada masa kekhalifahan Amirul mukminin Umar bin Khaththab radhiallahu anhu.

D. Keemiran di Hijaz

Ismail a.s. menjadi pemimpin kota Makkah dan menangani urusan Ka'bah sepanjang hidupnya. Beliau meninggal pada usia 137 tahun. Sepeninggal beliau, kedua putra beliau yaitu, Nabit kemudian Qaidar secara bergilir menggantikan posisinya. Ada riwayat yang menyatakan bahwa Qaidarlah yang lebih dahulu setelah itu Nabit. Lalu, sepeninggal keduanya, urusan Makkah kemudian diambil alih oleh kakek mereka Mudhadh bin Amr al-Jurhumi.

Dengan demikian, kepemimpinan atas kota Makkah jatuh ke tangan suku Jurhum dan hal ini terus berada di tangan mereka. Semua putra nabi Ismail menempati kedudukan yang terhormat di hati mereka lantaran jasa ayahanda mereka dalam membangun Baitullah, namun demikian mereka tidak mendapat kedudukan apa pun dalam pemerintahan.

Meskipun masa demi masa dan hari demi hari sudah berlalu, keadaan anak cucu Nabi Ismail tetap saja redup tidak menentu hingga pada akhirnya kondisi suku Jurhum pun semakin melemah menjelang munculnya Nebuchadnezzar. Di lain pihak, politik Adnan mulai bersinar di seantero langit Makkah sejak masa itu. Hal ini ditandai dengan momen serangan Nebuchadnezzar terhadap bangsa Arab yang terjadi di Dzat Irq (sekarang menjadi salah satu Miqat Haji, pent.). Pada peristiwa ini yang memimpin bangsa Arab bukan lagi berasal dari suku Jurhum tetapi malah Adnan sendiri.

Periode Ismail a.s. diprediksi berlangsung sekitar dua puluh abad sebelum Masehi. Dengan demikian masa keberadaan Jurhum di Makkah berkisar sekitar dua puluh satu abad sedangkan masa kekuasaan mereka atas kota Makkah berkisar dua puluh abad.

E. Pemerintahan di Seluruh Negeri Arab

Seperti yang telah disinggung sebelummya, kabilah-kabilah banyak yang melakukan perpindahan, seperti Qahthan dan Adnan. Begitu juga dengan kondisi negeri Arab yang terpecah-pecah di antara mereka sendiri; kabilah yang berdekatan dengan Gurah tunduk kepada raja Arab di Hirah dan suku yang tinggal di pedalaman Syam tunduk kepada raja Ghassan. Hanya saja ketundukan mereka ini bersifat simbolis belaka dan tidak efektif. Sedangkan kabilah-kabilah yang berada di daerah-daerah pedalaman Arab mendapatkan kebebasan mutlak.

Sebenarnya, setiap kabilah tersebut memiliki pemimpin yang diangkat oleh kabilahnya, dan bahwa kabilah itu ibarat pemerintah mini yang pilar politiknya adalah kesatuan ras dan kepentingan yang saling menguntungkan dalam menjaga tanah air secara bersama dan membendung lawan.

Kedudukan pemimpin kabilah tersebut di tengah kaumnya seperti kedudukan para raja. Artinya, setiap kabilah selalu tunduk kepada pendapat pemimpinnya, baik dalam kondisi damai ataupun perang dan tidak akan ada yang berani menyanggahnya. Dialah yang memiliki semua kekuasaan dan pendapat yang absolut bak seorang diktator yang kuat. Sampai-sampai, jika salah seorang dari mereka marah, maka marah pulalah beribu-ribu pedang yang berkilatan, tanpa bertanya penyebab kemarahannya. 

Para pemuka dan pemimpin kabilah memiliki hak istimewa sehingga mereka bisa mengambil bagian dari harta rampasan perang berupa bagian yang disebut mirba', shafi, nasyithah, atau fudhul. Yang dimaksud dengan mirba' adalah seperempat harta rampasan; ash-Shafi adalah bagian uang diambil oleh pemimpin kabilah untuk dirinya sendiri; an-Nasyithah adalah sesuatu yang didapat oleh pemimpin kabilah di jalan sebelum sampai pada musush, sedangkan al-Fudhul adalah bagian sisa dari harta rampasan yang tidak boleh dibagikan kepada individu-individu para pejuang seperti keledai, kuda dan lain-lain.

E. Kondisi Politik

Setelah kami jelaskan tentang para penguasa di Negeri Arab, selanjutnya kamu akan menjelaskan sedikit gambaran tentang kondisi politik yang mereka alami. Tiga wilayah yang letaknya berdampingan dengan negeri asing, kondisi politiknya sangat lemah dan merosot serta tidak ada perubahan menonjol. Mereka dikelompokkan ke dalam golongan tuan-tuan dan para budak atau para pengusaha dan rakyat.  Nasib rakyat tidak karuan, hidup tidak menentu, kelaliman menimpa mereka dari segala arah namun tak seorangpun di antara merek yang mampu mengadu, bahkan mereka diam tak bergerak terhadap tamparan, kelaliman dan bervariasi siksaan. Yang berlaku kala itu adalah hukum tirani, sedangkan hak-hak asasi hilang dan ternoda. Adapun kabilah-kabilah yang berdampingan dengan kawasan ini, adalah orang-orang yang tidak mempunyai pendirian, yang dilempar kesana kemari oleh hawa nafsu dan ambisi pribadi. Terkadang mereka berpihak kepada penduduk Irak dan terkadang juga berpihak kepada penduduk Syam. Kondisi kabilah-kabilah dalam Jazirah Arab benar-benar berantakan dan tercerai-berai, yang dominan pada mereka adalah perseteruan etnis,perbedaan ras dan agama.

Mereka tidak lagi memiliki seorang raja yang dapat menyokong independensi mereka, atau seorang tempat merujuk dan dipegang pendapatnya dikala ditimpa kesusahan.

Sedangkan kondisi pemerintah Hijaz sebaliknya, seluruh mata orang Arab tertuju kepadanya dengan memberikan penghargaan dan penghormatan. Mereka menganggapnya sebagai pemimpin dan pelayan sentral keagamaan. Pemerintahannya juga memiliki instansi-instansi dan format-format yang menyerupai sistem parlemen, namun pemerintahan ini sangat lemah sehingga tidak mampu mengemban tanggung jawabnya sebagaimana yang tampak saat mereka menyerang orang-orang Habasyah dulu.

SUMBER: 
Judul: Sirah Nabawiyah
Penulis: Syaikh Shafiyyurrahman al- Mubarakfuri.
Penerbit: Darussalam 1521 H/2001 M (edisi revisi)

Note: Untuk Info lebih lengkap, rinci, dan jelas, bisa langsung baca bukunya.
Terimakasih..

Komentar